in
Sejarah
Wilayah Irian Barat adalah wilayah
yang tidak bisa dipisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Namun , sampai peristiwa pengakuan kedaulata dari Belanda kepada Indonesia,
Irian Barat masih dikuasai Belanda. Oleh karena itu pula diperjuangkan
pembebasannya.
Perjuangan Pembebasan Irian Barat
jika diklasifikasikan ada dua strategi, yaitu secara diplomasi dan perjuangan
bersenjata.
A. Latar Belakang
Salah satu keputusan dalam Konferensi
Meja Bundar (KMB) yang
diselenggarakan di Den Haag Belanda pada tanggal 23 Agustus sampai 2 September
1949 antara lain bahwa masalah Irian Barat akan dibicarakan antara Indonesia
dengan Belanda satu tahun setelah Pengakuan Kedaulatan. Dari keputusan ini
terjadi perbedaan penafsiran antara Indonesia dengan Belanda. Pihak Indonesia
menafsirkan bahwa Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia.
Tetapi pihak Belanda menafsirkan hanya akan merundingkan saja masalah Irian
Barat. Dalam perjalanan waktu, Belanda tidak mau membicarakan masalah Irian Barat dengan Indonesia.
Untuk menghadapi sikap Belanda tersebut maka Indonesia melakukan berbagai
upaya sebagai berikut.
Belanda mengadakan tindakan - tindakan penguatan diri di Papua. Berbagai
tindakan di bidang Politik, ekonomi dan Militer dilakukan oleh pihak Belanda dengan
harapan agar Papua dapat dipisahkan dari wilayah Indonesia lainnya. Secara
lebih menyakitkan pada pertengahan Agustus 1952 Belanda dengan
persetujuan Parlemennya memasukkan dengan resmi wilayah Papua kedalam
wilayah Kerajaan Belanda, dengan cara merubah Konstitusinya tanpa memberitahu
dan merundingkan dengan Pemerintah Indonesia. Belanda telah menginjak - injak
harga diri Bangsa Indonesia dan telah melanggar Konferensi Meja Bundar,
melanggar hukum Internasional. Dengan fakta - fakta ini terbuktilah
bahwa Belanda dengan sistematis dan terencana telah mengambil Papua dari
wilayah Negara Kesatuan republic Indonesia. Untuk menghadapi sikap Belanda
tersebut maka Indonesia
melakukan berbagai upaya agar wilayah Papua tidak direbut oleh Belanda.
B. Perjuangan Diplomasi
1. Upaya Perundingan dengan
Belanda
Menurut ketentuan Konferensi Meja
Bundar (KMB), masalah Irian Barat
ditunda penyelesaiannya setahun kemudian. Oleh karena itu, pada waktu
berlangsung upacara pengakuan kedaulatan, wilayah Irian barat tidak termasuk
sebagai daerah RIS.
Berdasarkan keputusan KMB, semestinya pada akhir tahun 1950 sudah ada
upaya Belanda untuk mengembalikan Irian Barat kepada pihak Indonesia. Akan
tetapi, tampaknya keputusan KMB
yang berkaitan dengan Irian Barat tidak berjalan lancar. Belanda tampak ingin
tetap mempertahankan Irian Barat. Oleh karena itulah, Indonesia
berusaha mengembalikan Irian Barat melalui upaya diplomasi dan berunding
langsung dengan Belanda.
Beberapa kabinet pada masa demokrasi
liberal juga memiliki program pengembalian Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia.
Setiap kabinet mencoba melakukan perundingan dengan Belanda. Perundingan itu
misalnya pada masa Kabinet Natsir, Sukiman, Ali Sastroamidjojo dan Burhanuddin
Harahap. Bahkan pada masa Kabinet Burhanudin Harahap diadakan pertemuan antara
Menteri Luar Negeri Anak Agung dan Luns di Den Haag. Akan
tetapiperundingan-perundingan itu tidak berhasil mengembalikan Irian Barat.
2. Upaya yang Dilakukan Oleh
Kabinet pada Masa Demokrasi Liberal
a. Upaya Kabinet Natsir pada tahun 1950
Pada bulan Desember 1950 Kabinet Natsir membuka Pintu perundingan namun
mengalami deadlock, sehingga dimanfaatkan oleh Belanda mengadakan Provokasi
dengan memperkuat pertahanannya di Irian Barat. Belanda merupakan Negara
Agresor terhadap Indonesia setelah lahirnya Piagam pengakuan kedaulatan.
Pada pertengahan tahun 1952 dengan persetujuan Parlemen Belanda secara
unilateral memasukan dengan resmi Wilayah Irian Barat kedalam wilayah
Kerajaannya dengan cara berubah Konstitusinya. Tindakan ini dilakukan tanpa
sepengetahuan dan tanpa perundingan dengan Pemerintah Republik Indonesia dan
tanpa Pembicaraan dengan putra - putra Indonesia kelahiran Papua.
b. Usaha Kabinet Ali I pada tahun 1954
Upaya yang dilakukan oleh Kabinet Ali I ini merupakan kelanjutan usaha
diplomasi sebelumnya dengan maksud menarik perhatian Internasional terhadap
masalah Irian Barat yang oleh Belanda dianggap masalah Internal. Pada
tahun 1954 mulailah masalah ini diangkat Pertama kali dalam siding Umum
PBB namun mengalami kegagalan karena tidak mencukupi mayoritas 2/3 jumlah
Anggota.
c. Usaha Kabinet Burhanuddin Harahap tahun 1955 - 1956
Semasa Kabinet Burhanuddin Harahap tahun 1955 Indonesia memulai lagi
perundingan melalui Sidang Umum PBB yang ke X membuahkan hasil yang kurang
memuaskan. Sidang Umum PBB mengagendakan perundingan Indonesia -
Belanda di Jenewa pada tanggal 10 Desember 1955 s/d 11 Februari
1956 namun Belanda mengajukan syarat yang berbunyi “Discussing on certain
problems concerning west Irian on the understanding that, with regard the
souvereignity each party mainstains its standpoint” (Pembicaraan tentang
beberapa soal mengenai Irian Barat dengan pengertian bahwa perihal kedaulatan
masing-masing pihak mempertahankan pendiriannya) Syarat tersebut oleh Indonesia
mengada-ada dan tidak jelas, hal ini merupakan kelicikan Belanda, Untuk tetap
mempertahankan Irian Barat sebagai bagian dari Kerajaan Belanda. Perundingan
mengalami deadlock dan delegasi dan rakyat Indonesia harus mengalami
kekecewaan, Indonesia terpaksa mengambil tindakan tegas, yaitu pemerintah
Indonesia membubarkan Unie-status dengan Belanda secara unilateral yang berlaku
tanggal 15 Februari 1956 dan hal ini merupakan pukulan pertama terhadap
Belanda.
d. Usaha Kabinet Ali II pada
tahun 1956
Tindakan keras yang dilakukan
Kabinet Ali II merupakan tindak lanjut dari Kabinet Burhanuddin Harahap yaitu
pada tanggal 13 Mei 1956 membubarkan keseluruhan perjanjian K.M.B. termasuk
induk persetujuan, piagam penyerahan kedaulatan, Uni- status, perjanjian finec
dan lain-lain seperti yang telah didaftarkan pada Sekretariat PBB pada tanggal
14 Agustus 1950 no. 894. Tindakan Indonesia cukup menggemparkan Dunia pada saat
itu, karena Indonesia kembali pada kekuatan semula yang tidak lagi
berdasar pada perjanjian KMB.
Tetapi telah berdasarkan kekuatan proklamasi 17 Agustus 1945 dan konstitusi
Republik Indonesia. Dasar proklamasi Republik Indonesia menyatakan kemerdekaan
Indonesia berwilayah dari Sabang sampai Merauke, dengan demikian dasar
perjuangan Indonesia dalam tuntutannya mengembalikan Irian Barat telah
mengalami perubahan besar.
3. Upaya Diplomasi melalui PBB
Sejak tahun 1953
usaha melalui forum PBB dilakukan oleh Indonesia. Masalah Irian barat
setiap tahun selalu diusulkan untuk dibahas dalam Sidang Umum PBB. Sampai
dengan Desember 1957, usaha malalui forum PBB itu juga tidak berhasil. Sebabnya
dalam pemungutan suara, pendukung Indonesia tidak mancapai 2/3 jumlah
suara di Sidang Umum PBB.
4. Pemogokan dan Nasionalisasi
Berbagai Perusahaan
Selain melalui bidang politik usaha
perjuangan untuk membebaskan Irian Barat juga dilancarkan melalui bidang sosial
ekonomi. Pada waktu perjuangan pengembalian Irian Barat melalui Sidang Umum PBB
pada tahun 1957, Menteri Luar Negeri Indonesia, Subandrio menyatakan akan
menempuh jalan lain. Jalan lain yang dimaksud Subandrio memang bukan senjata
tetapi berupa konfrontasi ekonomi.
Tanggal 18 Nopember 1957 diadakan
gerakan pembebasan Irian Barat dengan melakukan rapat umum di Jakarta. Rapat umum itu diikuti dengan
pemogokan total oleh kaum buruh yang bekerja di perusahaan-perusahaan Belanda
pada tanggal 2 Desember 1957.
Setelah itu terjadilah serentetatn
pengambilalihan ( nasionalisasi ) modal dan berbagai perusahaan milik Belanda.
Pengambilalihan tersebut semula dilakukan spontan oleh rakyat. Akan tetapi,
kemudian diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1958. Beberapa contoh
perusahaan yang diambilalih oleh Indonesia, antara lain :
a.
Perbankan
seperti Nederlance Handel Maat schappij (namanya kemudian menjadi Bank Dagang
Negara)
b.
Perkapalan
c.
Perusahaan
Listrik Philips
d.
Beberapa
perusahaan perkebunan
Untuk meningkatkan gerakan dan memperkuat persatuan rakyat Indonesia
tanggal 10 Februari 1958 permerintah membentuk Front Nasional Pembebasas Irian
Barat.
C. Perjuangan dengan Konfrontasi Bersenjata
Secara politik Irian Barat belum
berhasil,untuk itu Indonesia
mencari alternatif lain, yakni perjuangan dengan konfrontasi bersenjata. Apa
saja yang dimaksud dengan perjuangan bersenjata itu ? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut, kita dapat menelaah uraian berikut ini.
1. Perjuangan Melalui Trikora
Berbagai cara dan usaha Indonesia untuk
membebaskan Irian Barat belum menunjukan hasil yang nyata. Belanda makin
bersikap keras dan tidak mau mengalah. Bahkan, Belanda kemudian menyatakan bahwa
Irian Barat merupakan wilayah Belanda sebagai bagian dari Nederlands. Oleh
belanda, Irian Barat disebut dengan Nederlans-Nieuw Gunea.Menghadapai kenyataan
bahwa berbagai cara yang ditempuh belum berhasil maka Indonesia
maningkatkan konfrontasi di segala bidang. Tanggal 17 Agustus 1960 Indonesia
memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda.
Perjuangan pembebesan Irian Barat
selanjutnya diarahkan dengan cara militer.Untuk menghadapi komfrontasi,
pemerintahan melakukan perjanjian pembelian senjata dari luar negeri, seperti
dengan Uni soviet. Selain itu, Indonesia
juga mencari dukungan dengan negara-negara lain.
Melihat aksi Indonesia,Belanda
tidak tinggal diam, Bulan April 1961 Belanda membentuk Dewan Papua. Dewan ini
akan menyelenggarakan penentuan nasib sendiri bagi rakyat Irian Barat. Bahkan
lebih lanjut, Belanda menunjukkan keberanian dan kekuatannya dengan melakukan
langkah-langkah sebagai berikut :
a.
Membentuk
Negara Boneka Papuadengan lagu dan bendera Papua.
b.
Mendatangkan
bantuan dan mengirimkan pasukan dengan kapal perangnya ke perairan Irian,
antara lain kapal Karel Doorman.
c. Memperkuat angkatan perang Belanda di Irian Barat.
Tindakan Belanda dengan mendirikan negara “Boneka” Papua itu
merupakan sikap yang menantang kepada bangsa Indonesia untuk bertindak cepat.
Oleh karena itu pemerintah segera mengambil tindakan guna membebaskan Irian
Barat. Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno dalam suatu rapat
raksasa di Yogyakarta mengeluarkan komando
yang terkenal sebagai Tri Komando Rakyat (Trikora) yang isinya sebagai berikut.
TRI KOMANDO
Kami Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang
Repulik Indonesia,
dalam rangka politi konfrntasi dengan pihak Belanda untuk membebaskan Irian
Barat telah memberikan intruksi kepada Angkatan Bersenjata untuk pada setiap
waktu yang kami akan tetapkan menjalankan tugs kewajiban membebaskan Irian
Barat Tanah Air Indonesia
dari belenggu kolonialisme Belanda.
Dan, kini oleh karena Belanda masih tetap mau
melanjutkan kolonialisme di tanah air kita Irian Barat, dengan memecah belah
Bangsa dan Tanah Air Indonesia, maka kami perintahkan kepada rakyat Indonesia,
juga yang berada di Irian Barat, untuk melaksanakan Tri Komando sebagai
berikut.
1. Gagalkan pembentukan Negara boneka Papua
Belanda Kolonial.
2. Kibarkanlah Sang Merah Putih di Irian Barat Tnah Air Indonesia.
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.
2. Kibarkanlah Sang Merah Putih di Irian Barat Tnah Air Indonesia.
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.
Semoga
Tuhan Yang Maha Esa memberkati perjuangan kemerdekaan Indonesia
Yogyakarta,
19 Desember 1961
Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia/
Pimpinan Besar Revolusi Indonesia/Panglima Besar
Komado Tertinggi Pembebasan Irian Barat
Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia/
Pimpinan Besar Revolusi Indonesia/Panglima Besar
Komado Tertinggi Pembebasan Irian Barat
SOEKARNO
Dengan
dikeluarkannya Trikora maka mulailah konfrontasi total terhadap Belanda dan
pada bulan Januari 1962 pemerintah membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian
Barat yang berkedudukan di Makasar. Adapun tugas pokok dari Komando Mandala
Pembebasan Irian Barat ini adalah pengembangan operasi-operasi militer dengan
tujuan pengembangan wilayah Irian Barat ke dalam kekuasaan negara Republik Indonesia.
Sebagai Panglima Komando Mandala adalah Mayor Jenderal Soeharto.
2. Operasi Militer dibawah
Komando Mandala
Sebagai tindak lanjut program TRIKORA,Presiden Soekarno membentuk
Mandala pembebasan Irian Barat. Yang dibentuk pada tanggal 2 Januari 1962 yang
dipimpin oleh Mayor Jendral Suharto.Pusat dari komanda mandala berada di
Ujungpandanguntuk melaksanan Trikora.
Dalam rangka mempersiapkan
operasi militer. Komando Mandala telah tahapan perjuangan.Pada bulan Maret
sampai Agustus 1962 telah dimulai pendaratan pasukan ABRI
dan sukarelawan dari laut udara, dengan mendaratkan pasukan
ditempatnya,misalnya:
a.
Operasi
Banteng di Fak-Fak Dan Kaimana
b.
Operasi
Srigala di Sorong dan Teminabiuan
c.
Operasi Naga
di Merauke
d.
Operasi
Jatayu di Sorong,Kaimana,dan Merauke
Sebelum Komando Mandala
melakukan operasi sudah dilakukan penyusupan ke Irian Barat. Pada tanggal 15
Januari 1962 ketika waktu menunjukkan pukul 21.15 di angkasa terlihat dua buah
pesawat terbang pada ketinggian 3000 kaki melintasi formasi patroli ALRI.
Diperkirakan pesawat tersebut adalah milik Belanda jenis Neptune
dan Firefly. Waktu itu terlihat juga dua buah kapal perusak yang sedang
melepaskan tembakan ke arah kapal Motor Torpedo Boat (MTB)
yang di situ turut pula para pejabat tinggi dari Markas Besar Angkatan Laut
yaitu Komodor Yos Sudarso. Dalam insiden di Laut Aru tersebut Kepala Staf
Angkatan Laut, Laksamana Pertama (Komodor) Yos Sudarso, bersama Komandan KRI Macan Tutul, Kapten (Laut) Wiratno, dan
beberapa prajurit TNI-AL gugur sebagai pahlawan. Sebelum gugur Komodor Yos
Sudarso sempat mengucapkan pesan terakhir “ Kobarkan Semangat Pertempuran.”
Adapun operasi-operasi yang direncanakan Komando Mandala di Irian Barat dibagi
dalam tiga fase, yakni sebagai berikut.
1)
Fase
Infiltrasi (sampai akhir 1962)
Memasukkan 10 kompi ke sekitar sasaran- sasaran tertentu untuk
menciptakan daerah bebas de facto. Kesatuan-kesatuan ini harus dapat
mengembangkan penguasaan wilayah dengan membawa serta rakyat Irian Barat dalam
perjuangan fisik untuk membebaskan wilayah tersebut.
2)
Fase
Eksploitasi (mulai awal 1963)
Mengadakan
serangan terbuka terhadap induk militer lawan, menduduki semua pos pertahanan
musuh yang penting.
3)
Fase
Konsolidasi (awal 1964)
Menegakkan
kekuasaan Republik Indonesia
secara mutlak di seluruh Irian Barat.
Selanjutnya
antara bulan Maret sampai Agustus 1962 Komando Mandala melakukan
operasi-operasi pendaratan baik melalui laut maupun udara. Beberapa operasi
tersebut adalah Operasi Banteng di Fak-Fak dan Kaimana. Operasi Srigala di
sekitar Sorong dan Teminabuan, Operasi Naga di Merauke, serta Operasi Jatayu di
Sorong, Kaimana, dan Merauke. Selain itu juga direncanakan serangan terbuka
merebut Irian Barat dengan Operasi Jayawijaya.
A. Perjanjian New York
Pada
awalnya Belanda tidak yakin pasukan Indonesia dapat masuk ke wilayah
Irian. Akan tetapi operasi-operasi yang dilakukan Pasukan Komando Mandala
ternyata berhasil terbukti dengan jatuhnya Teminabuan ke tangan pasukan Indonesia. Dunia Internasional mangetahui dan mulai khawatir Amerika
serikat mulai menekan Belanda agar mau beruding. Ellswoth Bunker, seorang
diplomat AS ditunjuk sebagai penengah. Bunker selanjutnya mengusulka
pokok-pokok penyalsaia masalah Irian Barat secara damai. Pokok – pokok usulan
Bunker itu antara lain berisi sebagai berikut :
a. Belanda akan menyarahkan Irian Barat kepada
Idonesia melalui badan PBB, yakni UNTEA (United Nations Temporary Executive
Authority)
b. Pemberian hak bagi rakyat Irian Barat untuk
menetukan pendapat tentang kedudukan Irian Barat.
Pokok
tersebut dikenal dengan Rencana Bunker. Berdasarkan Rencana tersebut maka pada
tanggal 15 Agustus 1962 ditandatangani suatu perjanjian antara Indonesia
dengan Pemerintah Belanda di New York,
bertempat di Markas Besar PBB. Perjanjian ini terkenal dengan Perjanjian New York. Adapun isi
perjanjian New York
adalah sebagai berikut :
1)
Pemerintah Belanda akan
menyerahkan Irian Barat kepada Penguasa Pelaksana Sementara PBB (UNTEA = United
Nations Temporary Executive Authority) pada tanggal 1 Oktober 1962.
2)
Pada tanggal 1 Oktober
1962 bendera PBB akan berkibar di Irian Barat berdampingan dengan bendera
Belanda, yang selanjutnya akan diturunkan pada tanggal 31 Desember untuk
digantikan oleh bendera Indonesia mendampingi bendera PBB.
3)
Pemerintah UNTEA
berakhir pada tanggal 1 Mei 1963, pemerintahan selanjutnya diserahkan kepada
pihak Indonesia.
4)
Pemulangan orang-orang
sipil dan militer Belanda harus sudah selesai pada tanggal 1 Mei 1963.
5) Pada
tahun 1969 rakyat Irian Barat diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya
tetap dalam wilayah RI atau memisahkan diri dari RI melalui Penentuan Pendapat
Rakyat (Pepera).
Selanjutnya untuk
menjamin keamanan di Irian Barat maka dibentuk suatu pasukan keamanan PBB yang
dinamakan United Nations Security Forces (UNSF) di bawah pimpinan Brigadir
Jenderal Said Uddin Khan dari Pakistan.
Pekerjaan UNTEA di bawah pimpinan Jalal Abdoh dari Iran juga berjalan lancar sehingga
tepat pada tanggal 1 Mei 1963 roda pemerintahan RI sudah berjalan. Sebagai
Gubernur Irian Barat pertama maka diangkatlah E. J. Bonay, seorang putera asli
Irian Barat. Di samping nama-nama Soeharto, Sudarso dan lain-lain yang berjasa
dalam pembebasan Irian Barat juga tercatat dalam sejarah nama-nama seperti
Kolonel Sudomo, Kolonel Udara Leo Watimena, dan Mayor L. B. Moerdani. Pantas
pula untuk dikenang adalah, sukarelawati yang gigih berjuang dalam pembebasan Irian
Barat yakni Herlina. Ia memenangkan hadiah Pending Emas karena ikut sertanya
dalam pembebasan Irian Barat secara heroik. Pengalamannya dibukukan dalam karya
tulis yang berjudul Pending Emas.
Dengan
ditandatangani Perjanjian New York
maka pada tanggal 1 Mei 1963 Irian Barat diserahkan kepada Indonesia.
Hubungan diplomatik dengan Belanda pun segera dibuka kembali. Dengan kembalinya
Irian Barat kepada Indonesia
maka Komando Mandala dibubarkan dan sebagai operasi
terakhir adalah Operasi Wisnumurti yang bertugas menjaga
keamanan dalam penyerahan kekuasaan pemerintahan di Irian Barat dai UNTEA
kepada Indonesia.
B. Arti Penting Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Irian
Barat
Sebagai
bagian dari Persetujuan New York bahwa Indonesia berkewajiban untuk mengadakan
“Penentuan Pendapat Rakyat” (Ascertainment of the wishes of the people) di
Irian Barat sebelum akhir tahun 1969 dengan ketentuan bahwa kedua belah pihak,
Indonesia dan Belanda, akan menghormati keputusan hasil Penentuan Pendapat
Rakyat Irian Barat tersebut. Pada tahun 1969 diselenggarakanlah Penentuan
Pendapat Rakyat (Pepera) di Irian Barat dan hasilnya adalah bahwa rakyat Irian
Barat tetap menghendaki sebagai bagian dari wilayah Republik Indonesia.
Selanjutnya hasil dari Pepera tersebut dibawa ke New York oleh utusan Sekjen PBB Ortizs Sanz
untuk dilaporkan dalam Sidang Umum PBB ke- 24 pada bulan November 1969.
Penyelesaian sengketa masalah Irian Barat antara Indonesia dengan Belanda melalui
Persetujan New York
dan dilanjutkan dengan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) merupakan cara yang
adil. Dalam persoalan Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat = plebisit) menurut
Persetujuan New York,
pihak Belanda juga menunjukkan sikapnya yang baik. Kedua belah pihak
menghormati hasil dari pendapat rakyat Irian Barat dalam menentukan pilihannya.
Hasil dari Pepera yang memutuskan secara bulat bahwa Irian
Barat tetap merupakan bagian dari Republik Indonesia. Hasil Pepera ini membuka
jalan bagi persahabatan RI-Belanda. Lebih-lebih setelah tahun 1965, hubungan
RI-Belanda sangat akrab dan banyak sekali bantuan dari Belanda kepada Indonesia baik
melalui IGGI (Inter Governmental Group for Indonesia) atau di luarnya.
Akhirnya Sidang Umum PBB tanggal 19 November 1969 menyetujui hasil- hasil
Pepera tersebut sehingga Irian Barat tetap merupakan bagian dari wilayah
Republik Indonesia.
Daftar Pustaka
http://www.lukulolo.blogspot.com
http://ovankurniawanjaya.blogspot.com
http://crayonpedia.org/wiki
http://adivison.webevents.yahoo.com
I Wayan Legawa, Sugiharsono, Moch. Enoh, Teguh
Dalyono, Muhamad Nur Rokhman. 2008. Contextual Teaching and Learning Ilmu
Pengetahuan Sosial Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas IX Edisi 4