Menikmati Kemudahan Ajaran Islam



Salah satu ciri ajaran Agama Islam yang akhir-akhir ini sering terdistorsi adalah karakternya sebagai agama penuh kemudahan. Padalaha, karakter ini telah ditegaskan oleh Allah SWT dengan firman-Nya, “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS Albaqarah [2]:185).

Sementara dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhyna Allah SWT mengutusku tidak untuk mempersulit atau memperberat, melainkan sebgai seorang pengajar yang memudahkan.”(HR Muslim).

Ada beberapa prinsip yang secara kuat mencerminkan betapa Islam Agama yang mudah. Di antaranya, pertama, menjalankan syariat Islam boleh bertahap.

Seorang muslim tidak serta-merta diharuskan menjalankan kewajiba agama dan amalan-amalan sunnah secara serentak. Ada tahapan yang mesti dilalui, dengan melaksanakan kewajiban pokok agama. Setelah itu, dianjurkan menambah dengan amalan-amalan sunnah.

Pengamalan syariat secara bertahap ini telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Suatu hari, seorang Badui yang belum lama masuk Islam dating kepada Rasulullah SAW. Ia minta untuk sementara menjalankan kewajiban-kewajiban Islam yang pokok saja, tidak lebih dan tidak kurang.

Dengan tersenyum, Nabi SAW merestui permintaan itu. Bahkan, Nabi SAW bersabda, “Dia akan masuk surga kalau memang benar apa yang dikatakannya.”

Kedua, adanya anjuran untuk nemanfaatkan rukhshah (keringanan dalam praktik beragama). Rukhshah ini terdapat dalam semua praktik ibadah, khususnya bagi mereka yang lemah kondisi tibihnya atau situasi sulit.
Ketiga, Islam tidak mengukung praktik agama yang menyulitkkan. Disebutkan dalam sebuah riwayat, ketika dalam menalankan ibadah haji, Rasulullah SAW memerhatikan sahabat yang terlihat sangat lemah dan menderita. Nabi SAW bertanya apa sebabnya.

Menurut para sahabat yang lain, orang itu naik haji dengan berjalan kaki dari Madinah ke Makkah karena terlanjur bernadzar, Rasulullah SAW pun menegurnya, “Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan tindakan penyiksaan diri seperti yang dilakukan oleh orang itu.” (HR Bukhari dan Muslim).

Penting diperhatikan, kemudahan dalam Islam bukan berarti media untuk menjalankan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan. Keringanan-keringanan dari Allah sWT jangan sampai membuat kita justru jauh dari-Nya.

Karakter Islam sebagai agama yang mudah, menunjukan bahwa ajaran Ialam bukanlah sekumpulan larangan yang intimidatif, melainkan ajaran yang menebarkan kasih saying. Ketika kita menjalankan ajaran-ajaran Islam, bukan Cuma karena takut kepada Allah SWT, tetapi karena rindu dan ingin kebih dekat dengan-Nya.


Abdullah Hakam Shah






Pertolongan ALLAH

http://farm1.static.flickr.com/100/283413159_1690f95fa7.jpgTidak ada satu masalah pun terjadi kecuali atas izin Allah SWT. Semuanya ada dalam genggaman-Nya. Jika demikian, alangkah mudahnya bagi Allah untuk membuka jalan keluar bagi siapa pun yang sedang dirundung masalah.

Saat ini ada banyak pesoalan yang mendera kita. Entah itu masalah pribadi, keluarga, pekerjaan, ataupun yang lebih luas dari itu. Dan, masalah terbesar adalah saat kita tidak mendapatkan pertolongan Allah. Seberat apapun persoalannya akan menjadi ringan bila ditolong Allah. Meskipun persoalannya kecil, jika tidak mendapat pertolongan Allah maka akan terasa berat.

Lalu, kapan Allah akan menolong kita? Subhanallah, kuncinya adalah kapan saja kita menolong saudara kita. Rasulullah SAW bersabda, “Sunguh Allah akan menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya.” (HR Muslim).

Sebesar perhatian kita kepada yang papa, yatim piatu, fakir miskin, mereka yang tertindas, dan sebagainya maka sebesar itu perhatian Allah kepada kita. Kurangnya perhatian kita kepada mereka, maka Allah juga akan kurang perhatian kepada kita.

Al-Iman al-ihtimam, iman itu adalah perhatian. Iman itu adalah kepedulian. Tidak perhatian dan tidak punya kepedulian, maka akan kurang bahkan tidak sempurna iman kita. Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa tidak pedulli dan tidak ikut perhatian terhadap urusan orang Islam, maka bukan termasuk golonganku.: (HR Bukhari Muslim).

Dalam sabda lainnya dikatakan, “Kasihi dan sayangi mereka yang ada di bumi, niscaya para penghuni langit akan turut mengasihi dan menyayangi kalian.” (HR Bukhari).

Di samping menumbuhkan semangat tolong menolong kepada sesama, kita juga harus dapat mempraktikan tuntunan Allah yang termaktub dalam surat Ath-Thalaaq [65]: 2-3, “Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan baginya keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya dia akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah yang meynampaikan urusan (yang dikehendaki)-Nya.”

Ayat tesebut mengajarkan kita semakin kita bertaqwa, semakin terbuka lebar pintu-pintu pertolongan-Nya. Ibnu Atha’ilah as-Sakandary menegaskan , “Jangan menuntut Allah karena terlambatnya permintaan yang telah engkau panjatkan kepada-Nya. Namun, hendaknya engkau koreksi dirimu, tuntut dirimu agar tidak terlambat melaksanakan kewajiban-kewajiban terhadap Tuhanmu.”


Muhammad Arifin Ilham



Kekuatan Memberi



Allah SWT berfirman dalam QS Al Lail [92] : "Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka kelak Kami akan menyiapkan jalan baginya yang mudah. Dan adapun orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar."

Tuntutan rabbani di atas secara jelas menggambarkan tentang kekuatan membari, di samping kekuatan taqwa dan keyakinan akan balasan Allah SWT di akhirat nanti, yang akan mendatangkan kemudahan dalam mengatasi berbagai persoalan hidup. Sebaliknya, kebakhilan (keengganan untuk membari) dan kesombongan, serta sikap dusta pada pahala surga, hanyalah dapat menyebabkan kesulitan dalam mengatasi berbagai persoalan kehidupan di dunia dan di akhirat nanti.

Ayat tersebut juga mengajarkan bahwa memberi dalam segala bentuknya (seperti memberi harta, ilmu pengetahuan, maupun tenaga) untuk kemaslahatan bersama akan membawa ketenangan diri dan ketajaman hati serta pikiran. Sehingga, memberi itu akan mengundang keberkahan dan mempebanyak harta meupun ilmu yabg sudah dimilikinya.

Dalam kaitan ini, Rasulullah SAW bersabda, “Rendah hati itu tidaklah menambah kecuali ketinggian derajat seseorang, maka rendah hatilah kamu sekalian. Memaafkan kesalahan orang tidak akan menambah kecuali keagungan dan kegagahan seseorang, maka jadilah pemaaf. Sedekah tidaklah menambah kecuali memperbanyak harta seseorang, maka bersedekahlah kamu sekalian, pasti Allah akan memberikan rahmat kepada kamu sekalian.” (HR Abi ad-Dunya).

Di samping itu, kebiasaan memberi akan menambah spirit dan semangat untuk senantiasa memiliki keunggulan-keunggulan yang kompetitif. Sebab, tidak mungkin kita akan mampu memberi kepada orang lain jika kita tidak memiliki apa-apa. Seperti kata pepatah Arab, “Faaqidu asy-syai’I laa yu’ti syai’an” (Orang yang tidak mempunyai apa-apa pasti tidak akam mampu membari apa pun juga).

Upaya untuk senantiasa memberi ini pun akan meninggikan haarga diri setiap orang yang melakukannya, apalagi orang yang beriman. Ia tidak mudah menyarah menghadapi tantangan. Tidak mudah pula dikendalikan dan bergantung pada orang lain.

Bisa dibayangkan, jika para pemimpin bangsa ini terdiri atas orang-orang yang memiliki jiwa dan semangat memberi, pasti akan memicu terbangunnya harga diri bangsa secara keseluruhan. Tidak akan mudah bergantung dan dikendalikan oleh bangsa lain. Karena, satu-satunya ketergantungan yang bersifat absolut hanyalah pada Allah SWT.

Selamat Datang di pajricikadu.blogspot.com

Blog ini baru saya buat pada tanggal 3 Mei 2010. Insya Allah blog ini akan saya isi dengan bermacam - macam artikel dan bermacam - macam tema. Semoga bermanfaat.

Copyright © 2009 ====================== All rights reserved. Theme by Laptop Geek . | Bloggerized by FalconHive .