Berita OSN - Membangun (Sepenggal Kisah Inspiratif Pak Kusmana)


Artikel ini saya kutip dari sebuah buku berjudul berita OSN 2010. Dan ini merupakan hal yang baru saya ketahui dari sekolah saya (SMAN 2 Kuningan). Semoga menjadi inspirasi bagi semuanya.



Mejadi juara, siapa yang tak suka? Setiap orang tentu ingin dan berhasrat untuk menjadi juara. Tetapi tidak semua orang bisa jadi juara. Juara pada dasarnya adalah buah dari perpaduan kerja keras dan kerja cerdas yang melalui proses persiapan panjang. Sungguh tepat ketika Wamendiknas, Fasli Jalal, mengatakan di balik para juara provinsi yang hadir di Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2010 sejatinya terdapat kerja keras semua pihak. Tak ada jalan mudah untuk menapak jenjang juara, mulai dari level sekolah, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, hingga akhirnya internasional. Perjalanan seorang siswa menjadi juara di level apapun sejatinya mencerminkan sebuah upaya membangun tradisi juara. Ada orang beranggapan betapa uang merupakan kata kunci untuk juara. Alasannya, semua hal butuh biaya, perlu uang. Membeli buku  eferensi, misalnya, butuh uang. Membayar honor pembimbing, contoh lainnya, juga butuh uang. Tetapi apakah semua harus begitu?

Kusmana, Guru SMAN 2 Kuningan, Jawa Barat, merupakan contoh bahwa uang bukan segalanya. Guru  Fisika berpenampilan sederhana ini tak memikirkan soal uang saat membina anak didiknya. Hasilnya ternyata tidak mengecewakan, tetapi cukup membanggakan. Salah satu anak didiknya kembali berhasil menembus
dominasi siswa-siswa sekolah favorit dari Bandung, Bogor, dan kabupaten/ kota Jawa Barat lain. Dan tahun 2010 ini bukan pertama kali anak didik Kusmana menembus level nasional.Sudah beberapa tahun SMAN2
Kuningan selalu menempatkan wakilnya untuk berlomba di tingkat nasional. Bahkan, untuk tahun 1996,
salah satu anak didiknya, Andri, berlaga sampai ke Norwegia dan berhasil meraih penghargaan pula.
Kusmana bukan guru pembimbing resmi untuk tim Jawa Barat. Pihak sekolah memintanya hadir di Medan
untuk mendampingi anak didiknya.

Sudah menjadi kebiasaan dia untuk tidak mempertanyakan apakah ada atau tidak ada honor untuk melakukan tugas ini. Juga dalam proses pembimbingan yang dia lakukan sebelum anak didiknya berangkat ke
Medan. “Saya tak memikirkan honor atau hal-hal semacam itu. Kalau ada  syukur, kalau tidak ada tidak apa-apa.  Kebanggaan kalau anak didik kita berhasil menempati posisi terbaik sama sekali tak bisa diukur dengan uang,” katanya.

Kusmana merupakan sosok guru pembimbing yang berupaya membangun tradisi juara tanpa mengandalkan uang. Sekolah tempatnya mengajar pun tidak memanjakan siswa mereka dengan pembimbing luar dari universitas bergengsi seperti ITB, UI, UGM, IPB, ITS dan universitas-universitas negeri lainnya. Dan hasilnya anak didik Kusmana berhasil menembus ajang kompetisi di tingkat nasional, juga internasional. “Kunci utama
sebetulnya pada motivasi para siswa itu sendiri. Contohnya begini, kalau saya menjelaskan materi A, siswa
yang memiliki motivasi baik akan mengejar materi B setelah menguasai materi A. Siswa seperti itulah yang
sesungguhnya memiliki potensi menjadi juara,” kata Kusmana.

Copyright © 2009 ====================== All rights reserved. Theme by Laptop Geek . | Bloggerized by FalconHive .